Sabtu, 21 Desember 2013

SAAT DAN TEMPAT TERUTANG PAJAK

Berikut akan coba saya uraikan secara singkat saat dan tempat pajak terutang untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Saat terutang PPN dan PPnBM akan erat kaitannya dengan saat pembuatan Faktur Pajak.

PERATURAN PERPAJAKAN
  1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

SAAT PAJAK TERUTANG

Disebutkan dalam Pasal 11 Ayat (1) UU PPN, PPN terutang pada saat:
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak
  2. Impor Barang Kena Pajak
  3. Penyerahan  Jasa Kena Pajak
  4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean
  5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
  6. Ekspor BKP Berwujud
  7. Ekspor BKP tidak berwujud
  8. Ekspor JKP 
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU PPN menegaskan bahwa dalam menentukan saat PPN terutang, UU PPN menganut prinsip akrual. Artinya PPN sudah terutang ketika penyerahan BKP atau JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BJP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean, saat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran. Di dalam Pasal 17 PP Nomor 1 Tahun 2012, saat PPN terutang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
  1. Saat Penyerahan BKP
    Saat penyerahan BKP dibedakan berdasarkan jenis BKP nya sebagai berikut :

    No
    Jenis BKP
    Saat Penyerahan
    1
    BKP berwujud berupa barang bergerak
    1. Saat diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli.
    2. Saat diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian Cuma-Cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang.
    3. Saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
    4. Harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten
    2
    BKP berwujud berupa barang tidak bergerak
    Saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, secara hukum atau secara nyata kepada pembeli
    3
    BKP tidak berwujud
    1.  Harga diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.atau
    2.   Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana angka 1 tidak diketahui.
    4
    BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi.
    1.   Ditandatangani akta pembubaran oleh notaris
    2.   Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
    3.   Tanggal penetapan pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan.
    4. Diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.
    5
    BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN atau perubahan bentuk usaha
    1.  Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil RUPS yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan,   pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha. Atau
    2.   Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh notaris.

  2. Saat Impor BKP terjadi pada saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam daerah pabean
  3. Saat penyerahan JKP terjadi saat :
    • Harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
    • Kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui; atau
    • Mulai tersediannya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian Cuma-Cuma atau pemakaian sendiri JKP.
  4. Saat pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean terjadi saat:
    • Harga perolehan BKP tidak berwujud dan/atau JKP tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
    • Harga jual BKP tidak berwujud dan/atau penggantian JKP tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
    • Harga perolehan BKP tidak berwujud dan/atau JKP tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.
    • Tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat terjadinya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean sebagaimana angka 1 s.d 3 tidak diketahui.
  5. Saat ekspor BKP berwujud terjadi pada saat BKP dikeluarkan dari daerah pabean.
  6. Saat ekspor BKP tidak berwujud terjadi saat penggantian atau BKP tidak berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
  7. Saat ekspor JKP terjadi saat penggantian atau jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

TEMPAT PAJAK TERUTANG
Atas penyerahan BKP di dalam daeah pabean, Penyerahan JKP di dalam daerah pabean, Ekspor BKP Berwujud, Ekspor BKP tidak berwujud, dan Ekspor JKP, PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Ditegaskan pada Memori penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU PPN :
  1. PKP orang pribadi terutang PPN di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha, sedangkan bagi PKP badan terutang PPN di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
  2. Apabila PKP mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukanya, setiap tempat tersebut merupakan tempat PPN terutang dan PKP tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
  3. Apabila PKP mempunyai lebih dari satu tempat PPN terutang yang berada di wilayah kerja satu Kantor DJP, untuk seluruh tempat terutang tersebut, PKP memilih salah satu tempat kegiatan usaha sebagai tempat PPN terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat kegiatan usahanya, kecuali apabila PKP tersebut menghendaki lebih dari satu tempat PPN terutang, PKP wajib memberitahukan kepada DJP.
Contoh 1 :
Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A adalah di Cibinong. Sebaliknya, apabila penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan oleh orang pribadi A hanya di tempat tinggalnya saja, orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Namun apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong, karena tempat terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan wajib mendaftarkan diri baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena bagi Pengusaha Kena Pajak badan di kedua tempat tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Contoh 2 :
PT A mempunyai 3 (tiga) tempat melakukan kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan dan Manna yang ketiganya berada dibawah pelayanan 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan administrasi penjualan dan administrasi keuangan, sehingga PT A terutang pajak di ketiga tempat atau kota itu. Dalam keadaan demikian PT A wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha, untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut. 
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu dan Bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.

Atas impor BKP, PPN terutang di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui DJBC.

Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabeaa, PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...